Beranda

Kontak

Kontribusi

 

Tahukah Anda...

Bermahkota bukannya raja. Berbelalai, bergading lainnya gajah. Bersayap bukannya burung. Bersisik lainnya ikan. Bertaji bukannya ayam. Binatang apakah ini. Sumber: Museum Mulawarman, Tenggarong, Kalimantan Timur.

 

Kategori Museum

 

  Arkeologi (7)

 

  Benteng (3)

 

  Biologi (9)

 

  Geologi (4)

 

  Lain-lain (8)

 

  Militer (4)

 

  Negeri/Daerah (19)

 

  Pribadi (7)

 

  Sejarah (14)

 

  Seni (7)

 

  Tokoh (14)

 

  Transportasi (3)

   
Publikasi Terkini
 
Pencarian
 

  
Berlangganan Berita
 

  



Museum Goedang Ransoem, Sawahlunto

 

Pengantar | Komentar | Galeri Foto


Garuda_Gerbang.jpg

GERBANG MUSEUM RUMAH GARUDA
YOGYAKARTA

September kemarin Barahmus DIY punya gawe: Museum Goes to School. Pameran bersama di Pendapa Tamansiswa. Jadi tahu ada Museum Rumah Garuda. So okelah. Hari Rabu setelah melahap nasi kari di Prawirotaman kabur ke Paris (Jalan Parangtritis Km 7).

Lamtoro tua dekat gerbang Rumah Garuda hampir jadi siluet waktu aku sampai. Walau malam tidak sepertinya tergesa-gesa. Yoh, satu-satunya museum yang terbuka untuk pengunjung sampai pukul sembilan malam. Dari Senin sampai Minggu. Keren nah!

Rumah Garuda didirikan oleh Nanang Rakhmat Hidayat, dosen ISI, sebelas tahun silam. Tesis pascasarjana Pak Nanang diterbitkan dengan judul: Mencari Telur Garuda. Salut untuk setiap orang yang membaktikan ilmunya untuk mencerahkan anak-anak bangsa akan sejarah negerinya.

 

Garuda_Ruang.jpg

RUANG PAMER

Bisa dibayangkan koleksi museum adalah garuda, garuda, garuda. Total sekitar 300an yang telah dikumpulkan sejak 2003 sebagai wujud kecintaan pendirinya terhadap Lambang Negara Garuda Pancasila. Di sini pengunjung akan mengenal berbagai rancangan lambang negara versi Basuki Resobowo, Muhammad Yamin, Sultan Hamid II; dan menikmati garuda dari berbagai penjuru negeri termasuk garuda yang nengoknya ke kiri loh, sampai 'garuda mesir'.

Tak ketinggalan foto relief garuda dari berbagai candi termasuk garuda dari tiga relief Candi Kidal dari masa Kerajaan Singasari di Jawa Timur, menceritakan kisah Garudeya. Tentang Garuda yang membebaskan ibunya dari perbudakan dengan bantuan Wisnu. Sejak itu dia mengabdikan diri sebagai vahana Sang Dewa. Simbol pemberian yang total demi pembebasan Ibu Pertiwi?

 

Garuda_Wisnu.jpg

PATUNG WISNU & GARUDA

Kocak khas ialah lukisan rapat Panitia Lencana Negara plesetan Perjamuan Terakhir. Sebuah lukisan yang hendak menyiratkan Garuda Pancasila lahir dari rahim Bumi Pertiwi. Mungkin. Lainnya adalah patung kayu Wisnu dan Garuda yang elegan, kentungan kepala garuda, catur garuda, wayang suluh lahirnya Garuda Pancasila.

Masih banyak lagi koleksi yang menarik mata. Aku sih betah tapi Mas Pin (anak Pak Nanang) pas aku datang kayaknya lagi mau makan malam. Jadi aku ambil waktunya sesingkat mungkin. 15 menit ternyata.

 

Garuda_Teras.jpg

WARMUZ GARUDA

Setelah itu ngopi di Warmuz Garuda. Aku suka atapnya yang dimahkotai daun-daun markisa. Perasaan seperti aneh bukan karena kodok-kodok sawah sebelah atau senja yang terlalu santai. Tapi mendadak aware Lambang Negara Garuda Pancasila punya sejarah yang panjang. Malahan kerja menghasilkan Garuda Pancasila tidak serba tanpa masalah. Ada beda, tak setuju, berbagai ide tetapi kepentingan orang-orang satu ialah merancang lambang negara. Jadi meski proses perancangan mengandung beda tetapi ada hasil akhirnya bahkan mengagumkan.

Sejarah Garuda Pancasila bermula dari Panitia Indonesia Raya (16-11-1945) meneliti lambang dalam peradaban bangsa Indonesia. Dilanjutkan Panitia Lencana Negara dibawah koordinator Sultan Hamid II untuk menetapkan lambang negara (10-1-1950). Berbagai masukan, diskusi, penelitian terhadap garuda di candi-candi maupun fitur garuda di luar Jawa, serta burung elang, akhirnya menghasilkan rancangan akhir. Lambang Negara Rancangan Sultan Hamid II pertama diperkenalkan Bung Karno kepada umum di Hotel Des Indes, Jakarta, 15-2-1950. Beberapa perubahan dilakukan sebelum Dullah diminta Bung Karno untuk melukis kembali Lambang Negara Garuda Pancasila (20-3-1950).

 

Garuda_Garuda.jpg

GARUDA PANCASILA

Warmuz, 17/12 18.10. Menyeruput kopi gayo ditemani macam-macam pikiran. Saat Panitia Lencana Negara bekerja, ibukota barusan kembali ke Jakarta. Dimana rapat digelar. Apakah Volksraad di Pejambon, sekarang Gedung Pancasila. Ini tempatnya Bung Karno mengucapkan pidato kondang Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945.

Kedua, dimana Sultan Hamid II bekerja, yaitu menggambar selama proses perancangan lambang negara selama periode Januari-Maret 1950. Hotel Des Indes? Sejarah tidak hanya narasi juga tempat-tempat berlangsungnya peristiwa sejarah loh. Sayangnya Hotel Des Indes sekarang tinggal cerita. Dirobohkan zaman Orde Baru.

Sejujurnya karena di sini jadi 'ngeh' di dada burung Garuda adalah Pancasila. Tebak siapa yang mengusulkan Perisai Pancasila ada di sana. Sejarah kok tebak, emang ulangan hey! ^_^ Monggo bertanya sama pakarnya saja lain kali mengunjungi Rumah Garuda.

 

Garuda_Anggota.jpg

PANITIA LENCANA NEGARA

Setelah Rumah Garuda, memang jadi lebih kenal Bapak Pendidikan Indonesia. Dia tak hanya Taman Siswa. Ki Hajar Dewantara adalah Ketua Panitia Indonesia Raya dan anggota Panitia Lencana Negara. Beliau juga yang memperkenalkan padi dan kapas sebagai simbol ketersediaan pangan dan papan untuk rakyat Indonesia. Lambang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Laki-laki yang membaktikan hidupnya untuk kepentingan besar, dapat melihat lanskap yang luas tanpa kehilangan detail, dan manusia yang lurus hatinya, '...sesaat pun aku tak pernah mengkhianati tanah air dan bangsaku, lahir maupun batin aku tak pernah mengkorup kekayaan negara.'

Yogyakarta bangga memiliki tokoh seperti Ki Hajar Dewantara. Lalu apa yang orang sekarang kerjakan untuk disebut dengan bangga oleh generasi mendatang. Ada kisah tentang negeri dimana setiap anak bisa bersekolah setinggi yang ingin dicapainya. Ada lapangan kerja yang bermartabat untuk setiap orang yang bersemangat. Orang sakit dan tua tidak telantar melainkan memperoleh pengayoman. Tapi tidak ada daerah seperti itu. Jika ada, maka benar dia istimewa diantara yang lain.

 

 

Tanggal Terbit: 28-12-2014

 

 
  Copyright © 2009-2020 Museum Indonesia. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.