Beranda

Kontak

Kontribusi

 

Tahukah Anda...

Lembu Suana merupakan lambang Kerajaan Kutai Kartanegara yang dibuat di Birma pada tahun 1855 dengan bahan dari perunggu kepal (Museum Mulawarman, Tenggarong, Kalimantan Timur).

 

Kategori Museum

 

  Arkeologi (7)

 

  Benteng (3)

 

  Biologi (9)

 

  Geologi (4)

 

  Lain-lain (8)

 

  Militer (4)

 

  Negeri/Daerah (19)

 

  Pribadi (7)

 

  Sejarah (14)

 

  Seni (7)

 

  Tokoh (14)

 

  Transportasi (3)

   
Publikasi Terkini
 
Pencarian
 

  
Berlangganan Berita
 

  



Makam Jan Pieterszoon Coen dan Gubernur Jenderal VOC Lainnya
Museum Wayang, Jakarta

 

Pengantar | Komentar | Galeri Foto


ms_patung.jpg

PATUNG JENDERAL SUDIRMAN

Tertera 'Musium Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman' di depan bangunan yang terletak di Taman Hiburan dan Rekreasi Pangsar Soedirman, Purwokerto. Sementara penduduk lokal menyebutnya monumen. Di atas bangunan terdapat patung Jenderal Sudirman.

Museum atau monumen dikelilingi rindang dan aneka pohon unik diantaranya ganitri yang bijinya dibikin tasbih. Ganitri, genitri, atau jenitri bijinya dibikin Hindu menjadi mala. Islam dan Katolik masing-masing menjadi tasbih dan rosario. Dipakai untuk memuja, mendekatkan diri, menyelami Sang Khalik. Aku suka ganitri yang tidak keberatan dia akan menjadi mala, tasbih, atau rosario sebab tahu tak ada yang tak indah.

 

ms_galeri.jpg

RUANG PAMERAN

Tiba di depan museum aku menemukan pintu masuk terkunci. Tak ada keterangan selain sebuah pengumuman 'Ampun udud teng mriki mas!' alias please no smoking. Balik ke loket tiket diberitahu masuknya dari pintu belakang.

Museum hanya terdiri dari satu ruang pameran. Koleksi sebagian besar berupa foto-foto berukuran besar bergantungan di dinding yang melingkar. Ada juga biografi singkat, amanat Panglima Besar, lukisan, patung dada, dan peta rute gerilya dilengkapi sebuah replika tandu gerilya.

Foto-foto memperlihatkan sekolah, inspeksi, gerilya, ziarah ke tugu pahlawan di Blitar (1946), pelantikan pimpinan Angkatan Perang Republik Indonesia (1947), Jenderal Sudirman dan Komodor Udara Halim Perdana Kusuma (1947), Jenderal Sudirman dan Bung Karno (1947), kembali ke Yogyakarta (1949), disambut Bung Hatta di Gedung Agung (Istana Kepresidenan Yogyakarta), dan lain-lain.

 

ms_lantai_dua.jpg

LANTAI DUA

Mulai aku memperhatikan definisi museum setelah itu. Kamus Besar memberiku pandangan museum sebagai tempat menyimpan barang kuno. Mungkin 'kuno' dalam pengertian seluas-luasnya ya. Statuta ICOM memasukkan elemen '...exhibits the tangible and intangible heritage of humanity..' Kutemukan juga definisi yang lucu di Museums in Motion seperti museum adalah 'a depository of curiosities that more often than not includes the director.'

Pemicu definisi museum menarik perhatianku adalah keheranan tidak menemukan adanya benda bersejarah, atau benda peninggalan Jenderal Sudirman yang disimpan di Musium Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman. Sehingga memberiku rasa barangkali sebutan yang digunakan penduduk setempat yaitu 'monumen' akan lebih tepat. Dalam arti monumen adalah suatu struktur seperti bangunan atau patung yang didirikan sebagai memorial.

Begitu pula brosur terbitan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Banyumas, tidak menggunakan istilah 'museum' melainkan Monumen Panglima Besar Jenderal Soedirman. Jelas bahwa monumen yang dimaksud tidak hanya Patung Jenderal Soerdiman melainkan seluruh bangunan dapat disimak dari penjelasan, 'Monumen ini terdiri dari dua lantai. Pada lantai bawah berisi foto-foto perjuangan...Pada lantai dua berisi relief sejarah bangsa Indonesia dalam Perang Kemerdekaan 1945 dan Patung Jenderal Soedirman..'

 

ms_slamet.jpg

MONUMEN JENDERAL SUDIRMAN

Selain rindang, ada lagi yang kusukai dari monumen yang diapit Sungai Logawa di sisi barat dan Kali Apa di timurnya. Pagian ke sini kita akan menyaksikan Gunung Slamet di kejauhan.

Gie pernah mendaki gunung tinggi ini, 'Ketika saya menyatakan akan memimpin pendakian Gunung Slamet bersama para mahasiswa, seorang kawan menyatakan bahwa saya gila. 'Gunung itu tingginya 3.422 m, gunung nomer dua di Pulau Jawa. Dan menurut Junghun, ia mendaki gunung itu dengan merangkak. Di puncaknya pada musim-musim tertentu suhu dapat turun sekitar nol derajat.' Apa yang dikatakan kawan itu memang benar. Seorang rekan organisasi pendaki gunung di Bandung, Wanadri, mengatakan bahwa ketika ia masih bersama rombongan RPKAD mendaki dari lereng selatan, ia memerlukan waktu sebelas jam tanpa istirahat. Lagipula di Gunung Slamet tak ada air.

Akhirnya saya putuskan bahwa saya akan mendaki gunung ini...'

Menantang toh Gie membawa teman-temannya pergi. Mengapa Gie. Kiranya jawab sederhana begini, '...Bangsa yang besar adalah bangsa yang sehat tubuhnya. Pemuda-pemuda sakitan tidak mungkin menyelesaikan tugas-tugas pembangunan. Dan untuk itulah saya selalu mau membawa rombongan mendaki gunung.'

Pulang kampung terinspirasi aku untuk rajin olahraga kembali. Ingat penting untuk sehat, jiwa raga. Terlebih ingat bahwa kita telah mewarisi Indonesia yang merdeka dan memiliki tanggung jawab untuk membangun Indonesia. Setiap orang pasti bisa melakukan sesuatu.

Now I see the secret of the making of the best persons
It is to grow in the open air and to eat and sleep with the earth

Walt Whitman, dikutip Gie

 

 

Tanggal Terbit: 18-03-2012

 

 
  Copyright © 2009-2020 Museum Indonesia. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.