Beranda

Kontak

Kontribusi

 

Tahukah Anda...

Film 'Night at the Museum' telah meningkatkan kunjungan ke American Museum of Natural History, New York sebanyak 20 persen.

 

Kategori Museum

 

  Arkeologi (7)

 

  Benteng (3)

 

  Biologi (9)

 

  Geologi (4)

 

  Lain-lain (8)

 

  Militer (4)

 

  Negeri/Daerah (19)

 

  Pribadi (7)

 

  Sejarah (14)

 

  Seni (7)

 

  Tokoh (14)

 

  Transportasi (3)

   
Publikasi Terkini
 
Pencarian
 

  
Berlangganan Berita
 

  



Museum Trowulan, Trowulan, Jawa Timur

 

Pengantar | Komentar | Galeri Foto


mkaa_gedung_merdeka.jpg

GEDUNG MERDEKA, JALAN ASIA-AFRIKA

Rabu, 7 September 2011. Langit mulai terang. Argo Parahyangan pun beranjak dari Gambir menuju Stasiun Kereta Api Bandung. Waktu tempuh tiga jam lebih. Sejuk kota kembang masih terasa di sekitar pukul sembilan. Aku berjalan kaki ke kantor pos. Singgah di Aroma beli tiga bungkus kopi @ 250 gram. Mangga dan guava yang dijajakan di gerobak dorong Jalan ABC sungguh menggoda.

Beli beberapa SHP di kantor pos kemudian lanjut menuju Museum Konperensi Asia Afrika (MKAA) yang hanya berjarak 200-an meter. Museum menempati Gedung Merdeka di Jalan Asia-Afrika tetapi masuknya dari Jalan Braga di samping museum. Lewati tiang-tiang yang masih berdiri meski tanpa bendera.

Di sini suatu hari pernah terjadi bahwa, 'Akhirnya saat yang dinanti-nanti tiba, tanggal 18 April 1955. Cuaca pagi di Bandung pada hari bersejarah itu cerah dan sejuk. Sejak pukul 07.00 kedua tepi Jalan Asia-Afrika telah penuh dengan rakyat yang berdiri berdesak-desak dari ujung jalan di depan Hotel Priangan sampai di depan Kantor Pos. Petugas tentara dan polisi siap menjaga ketertiban dan keamanan. Kira-kira pukul 08.30 para delegasi keluar dari Hotel Homann dan Hotel Preanger, secara berkelompok berjalan kaki menuju Gedung Merdeka. Mereka tampil mengenakan pakaian nasional negara masing-masing, sehingga Jalan Asia-Afrika menjadi sangat meriah...' (Sabir, 2011)

 

mkaa_batik.jpg

PAMERAN BATIK

Di MKAA saat itu sedang berlangsung pameran foto sejarah Asean dan pameran batik kuno serta batik karya seniman muda ASEAN. Ini museum memang paling rajin menyelenggarakan pameran temporer. Menyenangkannya lagi, boleh jeprat-jepret asal tidak menggunakan lampu blitz. Jadi aku tembak deh si gelatik emas dan merak tanpa ragu dengan kamera sakuku. Masing-masing 'bertengger' di kain panjang Surakarta (1950an) dan Pekalongan (1940an). Ada juga seekor kolibri di kain batik tanpa label keterangan. Ketertarikanku lebih karena kolibri bukan burung Indonesia melainkan aslinya dari Amerika sono. Setidaknya menunjukkan meski batik asli Indonesia tetapi toh tidak segan mengadopsi motif asing untuk memperkaya kejelitaannya.

 

mkaa_lorong.jpg

LORONG PENGHUBUNG

Lorong pendek menghubungkan ruang pameran permanen dan temporer. Di dinding lorong dipajang foto-foto Gedung Merdeka dari masa ke masa. Awalnya Gedung Merdeka adalah Societeit Concordia (1895). Tapi beda banget tampangnya Concordia dan Merdeka. Selidik punya selidik ternyata bangunan lama dirombak pada tahun 1921. Gedung baru dirancang Charles Wolff Schoemacher, arsitek dan dosen Bung Karno di Technische Hoogeschool. Observatorium Bosscha (1922), Katedral Santo Petrus (1922) dan Masjid Cipaganti (1933) adalah karya lain Schoemaker.

Sedangkan lengkungan sudut di sayap kiri bangunan merupakan hasil rancangan Albert Aalbers (1940) yang juga arsitek Hotel Savoy Homann. Menjelang KAA, Gedung Concordia dinamakan Gedung Merdeka oleh Bung Karno.

Ngomong-ngomong, Societeit Concordia itu apa sih. '...we would say club,' tulis Thomas Barbour dalam sepucuk surat (1907). Klub orang-orang yang bisa membayar iuran cukup mahal untuk menikmati fasilitas yang disediakan, seperti musik. Menginap di Hotel Wilhelmina (Hotel Braga sekarang), ahli herpetologi terkemuka tersebut melanjutkan bahwa klub itu hanya terletak di seberang jalan, '...and a fine military band is playing Wagner, etc.' 

 

mkaa_ruang_pameran.jpg

RUANG PAMERAN PERMANEN

Di ruang pameran permanen, favorit pengunjung tampaknya adalah Diorama Pidato Let A New Asia and A New Africa Be Born! yaitu diorama Bung Karno berpidato di acara pembukaan KAA. Patung memang terlihat muda untuk Bung Karno yang pada waktu itu sudah berusia 54 tahun. Duduk di belakang Bung Karno para ketua delegasi negara-negara sponsor serta Wakil Presiden Mohammad Hatta. Lucu juga memperhatikan anak-anak sekolah yang tak pernah kekurangan gaya berfoto dengan kamera ponsel di sini. Meski mengaku narsis tak urung senyum sipu mengembang juga ketika aku menggoda mereka.

Jika direnungi Indonesia saat KAA adalah negara yang kemerdekaannya baru satu dekade tetapi mampu menyelenggarakan konferensi antarbenua yang dihadiri oleh 1.500 tamu peserta dan sekitar 500 wartawan dalam maupun luar negeri. Hanya dalam waktu persiapan sekitar 3 bulan. Kemampuan menggagas ide KAA telah menunjukkan bahwa Bung Karno dan Indonesia adalah tokoh dan negara yang kemunculannya akan memainkan peranan dalam percaturan politik dunia.

 

mkaa_tombol.jpg

TOMBOL

Koleksi lain di ruang pameran tetap berupa meja dan kursi rotan yang digunakan saat konferensi, kamera, lampu kamera, alat pencetak foto, mesin ketik. Dipamerkan pula Dasa Sila Bandung dalam berbagai bahasa, prangko yang berhubungan dengan KAA, cuplikan pidato Bung Karno pada pembukaan KAA, buku-buku yang berkaitan dengan KAA, dan poster.

MKAA juga menyajikan berbagai sisi KAA yang mungkin tidak kita dengar dari pelajaran sekolah, diantaranya renovasi Katedral Santo Petrus dan Masjid Agung; suasana di luar sidang; demo cara bermain angklung; acara makan, dll.

Sebuah tombol listrik dengan tulisan kapital 'ON' di atas dan 'OFF' di bawah. Tertulis keterangan di bawahnya: Tekan tombol untuk mendengarkan pidato Presiden Sukarno pada Pembukaan Konferensi Asia Afrika, 1955. Aha! Ini dia ternyata yang diceritakan Dian Hartati dalam sebait puisi Societeit Concordia (2006): “tekan tombol itu!” / pidato soekarno bergemuruh / mengisi ruang. Hanya sayang, kualitas rekaman cukup payah sehingga kita hanya akan mendengar gemuruh dan setengahnya sia-sia jika berusaha hendak menangkap dengan jelas.

 

mkaa_foto_pm.jpg

FOTO PERDANA MENTERI NEGARA SPONSOR KAA

Diantara potret yang memukau adalah foto ukuran raksasa lima perdana menteri negara sponsor saat Konperensi Bogor (1954) sebagai persiapan terakhir menuju KAA. Tokoh-tokoh penting ini berkumpul untuk merumuskan tujuan konferensi; membicarakan agenda dan tingkat delegasi; menentukan negara sponsor, jadwal, serta negara-negara yang akan diundang.

Menarik bagiku adalah penutup kepala yang dikenakan beberapa perdana menteri. Jawaharlal Nehru (paling kanan) mengenakan topi gandhi (Gandhi cap) yang terbuat dari khadi dan model pakaian yang sekarang dikenal sebagai jaket nehru (Nehru jacket). Jaket ini pada mulanya didesain untuk pegawai pemerintah yang enggan menggunakan setelan barat namun menginginkan pakaian yang lebih praktis dari pakaian tradisional. Nehru kemudian sering memakainya sehingga dari sinilah model pakaian ini mendapatkan namanya.

U Nu (paling kiri) perdana menteri pertama Myanmar memakai penutup kepala yang disebut gaung-baung sebagai simbol identitas nasional. Semasa mahasiswa di Universitas Rangoon, U Nu adalah teman sekampus Aung San (ayah Aung San Suu Kyi). Sedangkan Perdana Menteri Indonesia Ali Sastroamidjojo (tengah) memakai peci hitam yang dipopulerkan oleh Bung Karno sebagai lambang Indonesia Merdeka.

 

mkaa_dasasila.jpg

DASASILA BANDUNG

Tengah hari museum tutup selama satu jam. Makan siang di Braga Cafe yang aku suka tahu gorengnya. Lalu datang beberapa laki-laki kantoran dan mulai merokok. Aiyaa!

Tadinya aku tidak berencana akan kembali ke museum tetapi terpikir mestinya ruang pameran permanen tidak cukup besar untuk dapat menampung seluruh peserta KAA saat bersidang. Jadi setelah lunch, aku balik lagi ke museum untuk mencari tahu.

Ternyata masih ada aula konferensi. Pintu menuju aula terletak di sebelah meja informasi, tak jauh dari diorama. Setelah melewati pintu, jalan ke arah lorong di sebelah kanan. Di atas pintu masuk aula terdapat tulisan Museum Konperensi Asia Afrika – Museum of the Asian African Conference. 

 

mkaa_ruang_konferensi.jpg

AULA KONFERENSI ASIA AFRIKA

Kursi-kursi berderet rapi, podium, bendera-bendera. Tak salah lagi, inilah tempatnya. Di sini delegasi 29 negara-negara Asia dan Afrika pernah berkumpul untuk membangun kerjasama serta membicarakan kontribusi untuk memajukan perdamaian.

Ya! Di sini Bung Karno berpidato pada pembukaan KAA. Adalah juga berlangsung di sini acara sidang penutupan, ketika Sekjen KAA Roeslan Abdulgani membacakan komunike akhir yang kelak terkenal sebagai Dasasila Bandung; dilanjutkan pidato-pidato penutupan oleh ketua-ketua delegasi; dan tepat pukul 21.30, KAA resmi ditutup oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo.

Dikisahkan momen terakhir tersebut dalam Sejarah Konperensi Asia Afrika (Sabir, 2011), 'Pidato penutupan Perdana Menteri Indonesia selaku tuan rumah, pendek dan padat. Setelah itu terdengar tepuk tangan gemuruh. Anggota delegasi masing-masing berjabat tangan. Mereka berpeluk-pelukan dan ada yang tidak mampu menahan air mata. Berakhirlah satu episode besar sejarah yang pernah terjadi di tanah Parahyangan – Indonesia.'

Semuanya berlangsung di sini, tempat aku sekarang berdiri. Bangga timbul sendiri bahwa aku pernah mengunjungi salah satu tempat yang paling penting dalam sejarah negeri ini.

...

Jam menunjukkan hampir pukul dua ketika aku melangkah keluar dari MKAA. Pohon-pohon angsana di Jalan Braga masih berbunga. 'Be guided by hopes and determination, be guided by ideals, and, yes, be guided by dreams,' ujar Bung Karno pada pembukaan Konferensi Asia Afrika.

Selamat Tahun Baru 2012
Terima kasih telah berkunjung

 

Tanggal Terbit: 18-12-2011

 

 
  Copyright © 2009-2020 Museum Indonesia. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.