Beranda

Kontak

Kontribusi

 

Tahukah Anda...

Prangko pertama di Indonesia bergambar Raja Willem III, diterbitkan 1 April 1864 (Museum Prangko Indonesia, TMII, Jakarta)

 

Kategori Museum

 

  Arkeologi (7)

 

  Benteng (3)

 

  Biologi (9)

 

  Geologi (4)

 

  Lain-lain (8)

 

  Militer (4)

 

  Negeri/Daerah (19)

 

  Pribadi (7)

 

  Sejarah (14)

 

  Seni (7)

 

  Tokoh (14)

 

  Transportasi (3)

   
Publikasi Terkini
 
Pencarian
 

  
Berlangganan Berita
 

  



Dewi Sri, Museum Sonobudoyo, Yogyakarta

 

Pengantar | Komentar | Galeri Foto


kekayon_museum.jpg

MUSEUM WAYANG KEKAYON

Pendiri Museum Wayang Kekayon adalah Soejono Prawirohadikusumo. Inspirasi museum diperoleh saat studi di Gronigen, Belanda pada tahun 1966-1967. Pada waktu itu seorang direktur Rijksmuseum, Amsterdam mengemukakan adalah dosa bila di Yogyakarta tidak memiliki museum wayang dan mendirikan museum pribadi bukanlah persoalan kaya atau berduit, tetapi persoalan motivasi, ketekunan, dan kesabaran.

Contoh konkret adalah seorang amtenar di Purworejo berbekal ketekunan yang luar biasa dapat mempunyai koleksi yang sangat besar dan bernilai; di kemudian hari dihadiahkan kepada Museum Nasional di Jakarta. Amtenar tersebut bukan seorang miliarder, dia hanya seorang pegawai biasa. Namun selama puluhan tahun dia membeli koleksi dari sisa gajinya. Keberhasilannya mengoleksi adalah berkat ketekunan, kesabaran, motivasi, dan panjangnya tahun.

Demikian ucapan direktur tersebut telah memberi inspirasi kepada sang pendiri untuk mewujudkan sebuah museum wayang di Yogyakarta. Setelah melalui waktu yang cukup panjang yakni seperempat abad kemudian Museum Wayang Kekayon pun akhirnya berdiri dan diresmikan oleh Gubernur DIY pada waktu itu yaitu Paku Alam VIII pada tanggal 5 Januari 1990. Museum mulai beroperasi sepenuhnya 1,5 tahun kemudian.

Kompleks Museum Wayang Kekayon terdiri dari:

  • Museum Wayang, terdiri dari satu unit auditorium (tempat memberi informasi mengenal asal-usul dan klasifikasi wayang) dengan sembilan unit ruang pameran yang menggelarkan segala macam wayang yang pernah ada di Jawa, ditambah beberapa wayang dari luar Jawa dan mancanegara.
  • Gedung induk dengan arsitektur khas Jawa.
  • Sejarah dalam Taman terdiri dari bangunan-bangunan yang menggambarkan sejarah bangsa Indonesia sejak zaman manusia purba, pengaruh Austronesia, Hindu, era Majapahit, pengaruh Islam, Belanda, era Kartasura, era Mangkubumi, zaman Jepang, sampai proklamasi.
  • Taman dan hutan mini merupakan lingkungan hidup yang ditata sesuai kaidah melindungi dan melestarikan flora dan fauna.

Lingkungan Hidup Kompleks Kekayon merupakan wahana sekaligus sarana belajar ekstrakurikuler mengenai mata pelajaran cinta lingkungan hidup dan kebudayaan bangsa. Sesuai dengan sengkalan yang terpancang pada gapura Lingkungan Hidup Kompleks Kekayon: Kekayon (7), Siaga (8), Angsti (9), Wiyata (1) yang artinya Lingkungan Hidup Kekayon siap memberi bimbingan/pendidikan. Bilangan tahun tersebut (1987) menunjukkan tahun selesainya bangunan-bangunan dalam kompleks museum.


kekayon_dalang.jpg

SANG DALANG

 

PENGERTIAN WAYANG
Wayang setidaknya mempunyai tiga arti, yaitu wayang kulitnya sendiri; pergelaran wayang; dan refleksi filsafat hidup Jawa. Pergelaran wayang dahulu adalah pergelaran sakral.

Wayang mengandung seni: drama, sastra, suara, tari, karawitan, ukir dan pahat serta mengandung unsur hiburan, seni, pendidikan dan penerangan, ilmu pengetahuan, kejiwaan, mistik dan simbolis.

 


ASAL USUL WAYANG
Diperkirakan antara abad ke-5 SM dan abad ke-1 SM, Valmiki, seorang seniman besar India menulis Ramayana dalam bentuk kavya terdiri dari 24.000 seloka dalam bahasa Sanskerta. Sedangkan Mahabarata diciptakan oleh Veda Vyasa pada abad ke-4 SM terdiri dari 100.000 seloka.


 

Kedua karya besar ini dibawa oleh kaum dari Gujarat ke Indonesia. Betapa besar pengaruh kedua karya ini dapat diamati pada waktu Raja Balitung (abad ke-9) membangun Candi Prambanan dan menghiasinya dengan relief Ramayana. Sedangkan prasasti yang menyatakan adanya pergelaran wayang di Jawa berasal dari zaman Kadiri (abad ke-12).

 



Kavya Ramayana yang berbentuk syair gaya India berbahasa Sanskerta diubah menjadi syair Jawa gaya India berbahasa Kawi atau Jawa Kuno. Ibarat orang membuat sarung, benang-benang dari India itu dipilih secara cermat. Benang yang sesuai dengan selera Jawa digunakan, sedangkan yang tidak cocok ditinggalkan. Kemudian ditenunlah benang-benang yang sudah terpilih dengan pola Jawa dan terciptalah sarung tenun jawa yang tidak dikenal lagi oleh si pemasok benang sutera. Tokoh punakawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong tidak dikenal bangsa India.


 

Kakawin adalah karya asli bangsa Indonesia, inspirasi antara lain datang dari India. Falsafah-falsafah dalam cerita wayang adalah falsafah Indonesia (Jawa) asli, demikian pula sopan-santun, tembang, seni lukis, seni ukir, seni tari, seni pahat, seni drama adalah bersifat Indonesia (Jawa) asli.


 

Pengindonesiaan Ramayana dan Mahabarata ini semakin kental setelah era Kartasura (abad ke-18), Kakawin Ramayana menjadi Serat Ramayana, terbentuk macapat (syair Jawa, gaya Jawa) dengan bahasa dan huruf Jawa baru (Yosodipuro). Demikian pula Kakawin Mahabarata (Yosodipuro). Akhirnya Serat Ramayana dan Serat Mahabarata diubah menjadi Pedhalangan Ringgit Purwa dengan bahasa Jawa baru dan huruf latin.


 

Sumber: Buku Panduan Museum Wayang Kekayon, Yogyakarta.

 

Alamat:
MUSEUM WAYANG KEKAYON
Jl. Raya Yogya-Wonosari Km 7, No. 277
Yogyakarta

 

Telepon 0274-379 058

 

http://kekayon.museumjogja.org/id

Jam Kunjungan:
Selasa-Minggu 08.00 - 15.00
Senin tutup

Tiket:
Umum/pelajar Rp 7.000
Turis mancanegara Rp 10.000
Kamera Rp 10.000

 

 

 

 
  Copyright © 2009-2020 Museum Indonesia. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.